Wah, lagi ngobrak abrik laptop malah dapet tulisanku zaman dulu yang seingatku pernah nangkring di salah satu halaman majalah sekolah pas SMA. hihi... Pas baca lagi kesannya lucu deh tulisanku dulu... Judulnya "Hanya Mimpi"..
Aku berlari secepat mungkin karena harus sampai ke sekolah pagi-pagi untuk mengerjakan PR. Tak sempat sarapan. Hanya dapat menyambar roti tawar isi selai buatan mama.
“Tidak sarapan, Ndra?” Tanya mama.
“Telat bangun, Ma… Jadinya buru-buru. Berangkat dulu, Ma.” Pamit Indra dengan mulut penuh roti.
“Hati-hati…” pesan mama.
Indra segera berlari ke ujung gang untuk menunggu bis ke arah sekolahnya.
Indra berkali-kali melirik jam yang terselip di bawah jumpernya. 6.30.
“Duh, lama banget sih bisnya!? Padahalkan aku harus cepet sampai ke sekolah! PR ku belum satupun ku kerjakan! Kemarin sih, pakai lihat Liverpool segala. Mana kalah! Telat bangun, deh!!!” Indra ngomel-ngomel nggak jelas sambil mengunyah roti selai buatan mama.
Lima menit kemudian, bis yang ditunggu Indra pun datang dan ia segera mencari tempat duduk yang nyaman. Sepi. Katanya dalam hati.
Indra yang tercatat sebagai siswa kelas X sekolah swasta di Solo itu sangat mengidolakan Gita Gutawa. Penyanyi muda yang sangat berbakat seperti ayahnya, Erwin Gutawa.
Indra tak pernah ketinggalan berita, gossip, dan segala sesuatu yang terbaru tentang Gita Gutawa.
Di kamarnya terpasang banyak poster maupun foto-foto serta artikel Gita Gutawa. Lengkap. Indra sangat merindukan gadis manis itu menjadi kekasihnya. Eit, mungkin nggak, ya???
Bahkan ia pun sampai memanggil temannya yang mirip Gita Gutawa dengan sebutan Gita Getawa. Hehehe…
Setelah itu, Indra pun memandang keluar jendela sambil mendengarkan mp3 dengan lagu favoritnya, Bukan Permainan milik Gita Gutawa. Dan tiba-tiba…
“Gita… Gita… Ada Gita Gutawa……!!!!” teriak banyak orang dari luar jendela.
“Mana? Mana Gita Gutawa? Dimana pujaan hatiku??” teriak Indra spontan.
“Itu, lho! Disana! Masuk ke restoran itu sama ayahnya dan beberapa body guard.” Kata salah seorang dari kerumunan orang-orang fans berat Gita Gutawa itu.
Namun tiba-tiba beberapa body guard berusaha menghalangi mereka untuk masuk dan bertemu dengan idola mereka, Gita Gutawa.
“Huuu… Kita kan fans berat Gita Gutawa, masa’ kita nggak boleh masuk?!!!” teriak beberapa orang kompak.
Karena kerumunan orang semakin banyak, tas Gita Gutawa pun dijambret.
“Toloooonggggg…… Tolooooongggg……!!!!” teriak Gita Gutawa.
“Ini kesempatanku! Mengejar, menangkap penjambret itu dan mengembalikan tas Gita Gutawa, pujaan hatiku.” Pikir Indra dalam hati.
Indra segera berlari mengejar penjambret itu sampai ia hampir tertabrak mobil.
Penjambret itupun berhasil dilumpuhkan Indra dan dibawa ke kantor polisi.
Sambil mendekap, memeluk dan mengelus-elus tas milik Gita Gutawa itu, ia berlari ke arah Gita Gutawa.
“Gita… Gita… Ini tas kamu…!!!” teriaknya dari kejauhan dengan napas putus-putus.
Gita Gutawa tersenyum sambil memandang ke arah ayahnya.
“Terima kasih, ya…” kata Gita Gutawa.
Wah, senyumnya… Manis sekali… Berbeda dengan yang ada di foto atau posternya. Aslinya lebih cantik dan wajahnya begitu menarik…
“Hey, kenapa melihatku seperti itu? Terima kasih, ya…”
“Oiya, maaf… Sama-sama…” kata Indra gelagapan.
“Ayah, bagaimana kalau dia kita ajak sarapan sekalian?”
“Terserah kamu, sayang…”
“Emm… Sarapan bareng, yukk..” ajak Gita.
“Hah? Sarapan bareng? Tapi kan…” Indra sangat terkejut.
“Ayolah! Sebagai ucapan terima kasih…”
Indra mengangguk bahagia.
Setelah duduk, mereka pun bercakap-cakap kembali.
“Oiya, nama kamu siapa?” Tanya Erwin Gutawa.
“Indra.”
“Wah, nama yang bagus…” puji Gita.
“Saya fans berat Gita Gutawajuga, lho... Dari poster, artikel, kaset, semuanya lengkap.” Kata Indra bangga.
“O, ya? Terima kasih…” kata Gita dengan senyum yang begitu manis.
Lalu HP Erwin Gutawa pun berbunyi dan ia meninggalkan Gita dan Indra berdua saja.
“Git, aku suka kamu…” kata Indra terang-terangan, langsung tanpa permisi.
Gita hanya tersipu dan tak mampu memandang wajah Indra.
“Aku serius, Git…” lalu mereka berdua terdiam sejenak. “Kamu mau jadi pacarku nggak?”
Belum sempat Gita Gutawa menjawab, kernet bis itu segera membangunkan Indra.
“Mas, mau turun dimana?”
“Hah? Mana Gita Gutawa? Gita…” teriak Indra yang akirnya terbangun dari tidurnya.
“Wah, mas ini mimpi, ya?” Tanya kernet itu.
“Tadi tu saya itu baru sarapan bareng sama Gita Gutawa…”
“Dari tadi juga masnya memejamkan mata sambil mendengarkan mp3 koq… Saya kira lagi dengerin mp3, ternyata tidur…”
“Hah? Jadi tadi tu cuma mimpi???”
“Ya iya lah, mas…”
Indra cengar-cengir dengan pipi merah merona, malu setengah mati.
“Oiya, jam berapa sekarang?” Tanya Indra cepat.
“Jam tujuh kurang lima menit, mas… Mau turun dimana?”
“Berhenti!!!!” teriak Indra setelah ia melihat bis itu melintas di depan sekolahnya.
Setelah membayar ongkos, Indra pun segera berlari ke gerbang sekolah yang hendak ditutup.
Indra pun juga tidak mendapat nilai matematika karena PR-PRnya selama liburan belum ia kerjakan sama sekali.
Yah… Hanya mimpi, deh…… Hehehe…
Yah… Hanya mimpi, deh…… Hehehe…
Komentar
Posting Komentar