Hidup adalah sebuah pilihan. Dan pilihan itu sendiri adalah salah satu dari banyak tantangan hidup yang harus kita hadapi.
“Hey, sini-sini! Ayo kita foto dulu!” teriak Angel yang membuyarkan lamunanku.
“Ya… Ayo kita foto!” tambah Asti.
”Di sana saja! Latar belakangnya lebih sip...” imbuh Aiya.
Yah, mereka sahabat-sahabatku. Angel, Asti, dan Aiya. Aku sangat menyayangi mereka karena aku bahagia bersama mereka. Banyak pengalaman baru yang ku dapatkan selama berkawan dengan mereka.
Bila kami berkumpul, satu yang kita dapatkan, lelah tertawa. Selalu saja ada bahan yang menciptakan tawa sampai kami sendiri pun lelah untuk tertawa.
”Woi! Ngelamun aja! Ayo foto!” teriak mereka yang sudah berpose.
”Hehehe... Maaf...” kataku sambil masuk di antara mereka dan secepatnya berpose.
”By the way, kalau kita pose semua, siapa yang ambil gambarnya???”
“Hahahahahaha…. Iya juga ya…. Saking semangatnya jadi lupa….”
“Mas-mas, bisa tolong ambil gambar kita? Caranya gini ni, mas...” Angel pun sibuk mengajari mas-mas yang kebetulan sedang melintas di depan kami.
Satu, dua, hingga terkumpul beberapa foto cantik yang kita hasilkan. Tapi tidak cukup sampai di situ. Setiap kita berjalan dan melintas tempat yang asyik, kita pasti berhenti untuk berfoto.
Tetapi selain mereka, aku juga memiliki orang-orang yang juga sangat ku cintai. Keluargaku dan Aldo, pacarku. Mereka semua sangat berharga dalam hidupku.
Aku dan Aldo tidak setiap hari bertemu. Mungkin seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali. Kami begitu karena kemajuan teknologi yang sudah sangat canggih. Hal itu justru membuat kami merasa rindu dan hubungan ini menjadi tidak menjemukan.
”Anin, sarapan dulu, sayang!” panggil mama ketika aku hendak berangkat.
”Hari ini Anin jam ke-nol, mam. Nanti saja sarapan di kantin. Maaf, mam... Anin pamit dulu ya, mam?” pamitku tergesa-gesa karena aku takut terlambat.
”Ya sudah, hati-hati ya, sayang...” kata mama sambil mencium keningku.
”Pap, let’s go!” kataku kepada papa sambil mengedipkan mata.
Aku cukup dekat dengan papa dan kadang aku juga masih diantar papa ke sekolah walaupun aku sudah duduk di bangku kelas 3 SMA.
Sekolah awalnya menjemukan, namun sekarang tak lagi karena hadirnya teman-teman yang sangat baik. Ini membuatku menjadi lebih konsentrasi dalam belajar.
Saat istirahat tiba, kami pun bergegas ke kantin karena perutku sudah sangat lapar dan ingin segera terbebas dari rumus-rumus rumit yang cukup membuatku pusing.
”Eh, film baru yang kita tunggu udah tayang, lhoo... Nonton, yuk!!” ajak Angel.
”Iya! Ayo! Aku sudah tidak sabar!” imbuh Aiya semangat.
”Hmm, tapi kapan?? Minggu ini kan banyak ulangan....” tanya Asti.
”Gimana kalau malam minggu aja?” celetukku.
”SETUJU!!!” teriak kita bebarengan sambil tertawa dan mengacungkan jempol masing-masing.
Kemudian aku teringat. Sudah 2 bulan ini aku dan Aldo tidak bertemu. Bagaimana kalau sabtu besok Aldo juga mengajakku pergi? Sejenak aku berpikir.
”Hayo!! Ngelamun lagi! Nanti baksonya keburu di makan lalat tuuhh...” kata Aiya mengagetkanku.
”Uhuk-uhuk... Kamu ini, bikin aku tersedak kan...” protesku.
”Hehehe, maaf... Emangnya ngelamunin apa lagi sih, Nin? Ada masalah?”
”Masalah? Hmm... E-e-enggak kok...” aku gelagapan.
Aku menutupinya karena aku tidak ingin mereka tahu
“Jadinya gimana? Tadi kita lagi bahas acara liburan. Eee, kamu malah ngelamun aja. Pokoknya kamu juga harus ikut ya, Nin!” terang Asti.
“Liburan? Hmm, aku usahain ya...”
”Yaahhhhhh.......” kata mereka bebarengan.
Tapi kemudian aku merasa sudah membuat mereka kecewa dan aku tidak ingin peristiwa 3 tahun yang lalu terulang kembali.
”Hehehe... Bercanda kok... Iya, aku pasti juga ikut!!” aku memaksakan diri untuk ikut.
”Baguuuuss.... Siiippp!!!” dan mereka pun kembali menyusun acara liburan.
Hari sabtu pun tiba. Dan ternyata Aldo juga sedang sibuk dengan keluarganya, sehingga aku bisa pergi dengan sahabat-sahabatku.
Aku memang jarang ikut bersama mereka karena aku sering tidak mengantongi izin dari orangtuaku. Sabtu itu menjadi sabtu berkesan bagiku karena aku bisa ikut bersama mereka dan seperti biasa, sampai lelah tertawa.
Tibalah minggu-minggu menegangkan di mana kita harus menghadapi tes semester dan aku tidak boleh gagal. Seminggu tanpa televisi, ponsel, komputer dan semua hal yang dapat menggangu belajarku. Sungguh menjemukan.
Tetapi satu minggu tidaklah lama dan tes semesterku pun telah ku lalui dengan penuh semangat.
Tiba-tiba...
”Besok kita berangkat ke Semarang ya!” kata Angel.
”APA?? Besok???” batinku. ”Bagaimana bisa??? Mama sedang sakit...”
”OKE!!” teriak Asti dan Aiya kompak.
”Kamu gimana, Nin?” tanya Angel.
”Ha? Aku? Hmm... Aku...”
”Udah, jangan bercanda! Aku tahu kok kamu pasti ikut. Iya, kan?”
”Hmmm... Aku....” belum sempat ku lanjutkan, bel pulang pun berdering dan kami langsung pulang ke rumah tanpa sempat mendengar jawabanku.
Ponselku berdering tanda pesan masuk.
”Anin sayang, aku kangen kamu. Besok aku jemput kamu ya...” ternyata Aldo.
Aduh, bagaimana ini? Mereka sama-sama orang yang ku sayangi. Harus ke mana aku besok? Mama terbaring di rumah sakit, tetapi aku sudah lama tidak bertemu Aldo dan aku juga tidak ingin peristiwa 3 tahun yang lalu terulang kembali.
3 tahun yang lalu di mana aku dijauhi teman-temanku karena aku sering tidak ikut pergi bersama mereka, hingga lama-lama aku merasa semakin tidak nyambung dan mereka menjauhiku. Ah, peristiwa hidup yang konyol!
Aku pun bingung dan berdoa. Entah mengapa, aku mampu menepis ego-ku dan memilih menjaga mama. Karena kakakku pernah berpesan bahwa mama adalah segalanya.
Esoknya aku menelepon Angel dan pamit karena aku tidak bisa ikut ke Semarang bersama mereka dan ku jelaskan alasannya pula bahwa mama sedang sakit.
Juga Aldo. Aku meleponnya dan menjelaskan alasannya.
Sepertinya mereka kecewa. Tapi aku tidak tahu lagi harus bagaimana.
Ketika aku sedang di rumah sakit menunggu mama, tiba-tiba Angel, Asti dan Aiya datang menjenguk mama dan mereka membatalkan acara liburan ke Semarang. Aku terharu dan menangis bahagia karena mereka tidak marah.
Aldo pun juga. Sore itu dia datang menjenguk mama dan aku bisa memeluk Aldo erat melepas kerinduan.
Aku bahagia. Pilihan yang ku ambil sungguh tepat. Terima kasih Tuhan karena Kau telah menjawab doaku.
Hari itu, aku, sahabatku, pacarku dan keluargaku berkumpul bersama. Sungguh menjadi hari yang ku rindukan selama ini. Yahh, ini semua memang karena kekuatan doa yang sungguh ajaib.
Komentar
Posting Komentar