Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!
Waktu yang kini menjawab cerita cinta. Semua berlalu dan pergi dari tempatnya bersemayam selama lebih dari empat tahun. Kali ini aku merasakan yang orang katakan bahwa dunia tidak adil. Aku menangis bukan karena aku memerlukannya lebih, bukan karena aku mau dia kembali padaku, tetapi karena akhirnya aku menyadari bahwa kini aku terpaksa harus mempelajari cara melepaskannya pergi.
Jonas mengajakku kencan makan malam romantis. Aku berdandan secantik mungkin. Siapa yang tak ingin kelihatan sempurna di malam yang diimpikan semua gadis yang akan bertemu kekasih pujaannya. Aku ingin dia merasa bangga mempunyai aku sebagai kekasihnya.
Dia membukakan pintu mobil, menggandengku dan memintaku duduk di atas kursi berbentuk bunga mawar dengan lilin-lilin yang menyempurnakan. “Tempat ini indah sekali, Jon. Gerbangnya, kerlap kerlip lampunya, suasananya yang romantis, elegan dan tenang. Juga dekorasinya yang dipenuhi bunga menjadikan tempat ini tampak seperti taman. Aku menyukainya, Jon. Aku amat menyukainya.”
Dia yang duduk di depanku hanya tersenyum. Bukan Jonas yang biasanya. Memang ternyata malam itu, di tempat itu, saat itu juga, Jonas mengatakan bahwa dia tak bisa bersamaku lagi. Ini membuatku melihat semua tetang aku dan Jonas ke belakang, kepada semua peristiwa indah yang sudah kami lalui bersama. Dia merasa aku terlalu baik dan sempurna untuknya, sehingga aku pantas mendapatkan yang lebih dari dirinya.
Aku tidak menyangka karena aku yang berusaha mati-matian belajar banyak hal dari memasak hingga aku fasih berbagai bahasa asing dan bekerja di kantor elit sebagai atasan menjadikan pria takut menjalin hubungan yang lebih serius denganku. Aku masih tak habis pikir. Namun belakangan aku tahu ternyata Jonas memiliki wanita lain hanya karena lebih seksi dan menunjukkan sikapnya yang manja dengan bergelayut pada Jonas.
Hati ini merasa terkhianati bertubi-tubi. Kulakukan apapun untuk orang ku sayangi, untuk membuatnya bangga memilikiku, tapi ternyata justru itulah yang membuatnya pergi dariku.
Satu bulan setelah malam itu keadaanku tak juga membaik. Hanya ada Grandma yang menemaniku. Grandma yang memainkan jari-jarinya tuanya yang lentik di atas tuts piano ketika Papa dan Mama sibuk dengan urusan pekerjaannya.
Semua berantakan. Hatiku, pekerjaanku, hidupku, bahkan masa depanku. Air mata ini tak pernah henti ketika semua peristiwa indahku bersamanya terbayang. Aku merasa sendiri. Aku merasa sangat rapuh. Mungkin rasanya sudah tidak terlihat, namun masih sangat terasa bila kembali diraba. Terlalu penuh dengan hal-hal dinamis yang entah mengapa selalu berlarut. Kalut. Bayangan itu terlalu berharga bila melintas dengan tiba-tiba.
Kemudian untuk kedua kalinya aku merasa dunia ini sangat tidak adil padaku. Ketika hanya Grandma yang ada menemaniku. Namun tiba-tiba Grandma dinyatakan pergi selamanya karena serangan jantung. Entah aku harus setegar apa. Ternyata kehilangan Jonas bukan apa-apa dibanding kehilangan Grandma.
Jangankan memainkan piano, setiap melewatinya saja rasa sedih masih selalu datang. Rasa kehilangan yang teramat sangat. Piano membuatkuflashback jauh ke belakang saat aku kecil. Grandma selalu mendudukkanku di atas pangkuannya sambil bermain piano, sesekali mengendalikan tanganku untuk ikut bermain Nocturne in E Flat Major Op.9 No.2 kesukaanya milik Chopin.
Minatku akan piano muncul dengan sendirinya. Aku menyukai alat musik itu. Teman di saat bahagia maupun sendiri. Apa yang dimainkan pun mengikuti perasaan. Sampai sekarang aku masih sering tertawa kecil ketika ingat bahwa Grandma pernah marah saat aku memainkan dengan sangat belepotandan jauh dari sempurna lagu ini. Sejak saat itu aku terus berlatih supaya Grandma tidak marah lagi, dan sekarang lagu itu menjadi lagu favoritku.
Tapi kini aku kehilangan alunan-alunan indah dari jari-jari Grandma. Tak pernah lagi ku dengar langsung. Jariku pun seperti luluh, tak sanggup memainkan piano lagi walau sudah hampir enam bulan setelah kepergian Grandma.
Aku baru menyadari bahwa aku tak seharusnya terlalu bersedih terlarut-larut ketika Jonas memilih wanita lain. Karena ternyata kehilangan Grandma lebih mendalam. Aku sering mengunjungi makamnya sambil memainkan lagu favoritnya dari playlist handphone. Sendiri, karena seperti biasa Papa dan Mama sibuk dengan pekerjaannya.
Aku harus mulai menata hidup kembali. Terlebih menyiapkan kebiasaan baru tanpa Jonas dan Grandma walaupun sudah enam bulan lebih semua itu terjadi. Memang rasanya aku belum kembali seutuhnya hingga kabar baik menghampiri ketika Papa dan Mama merencanakan liburan bersama ke Bali. Ini sungguh kabar yang menggembirakan. Kami tak pernah pergi berlibur bersama setelah terakhir kali saat aku berumur 15 tahun. Aku menyiapkan segala sesuatu. Aku menunggu saat-saat berkumpul bersama Papa dan Mama.
Akhirnya saat-saat yang ku tunggu tiba. Setelah aku mendarat di Bali, kami diantar ke The Bay Bali untuk beristirahat. Tempatnya sangat elegan, indah dan nyaman. Tak sabar aku ingin mengetahui lebih keindahan di setiap sudut tempat ini.
Kami makan siang di Hong Xing dimana rasa makanannya tidak seperti kebanyakan restoran Asia lainnya. Ada rasa yang dapat mengguncang lidah ketika dikunyah. Liburan ini adalah saat indahku bersama Papa dan Mama, tapi aku masih teringat Grandma. Andai Grandma juga dapat menikmati saat-saat ini, pasti dia bahagia sekali sama sepertiku.
Tempat ini sangat membuatku jauh lebih rileks. Mereka sangat memikirikan betul konsep dari setiap tempat di sini. Apalagi menghabiskan siang dengan duduk di rumah pohon yang mengahadap ke laut dengan deru ombak yang semakin menghangatkan suasana hati.
Dari sini aku juga dapat melihat keluarga lain yang mungkin juga sedang berlibur bersama anak-anak mereka yang masih kecil. Mereka menikmati makan siang dengan laut sebagai pemandangan utama sambil bercanda dengan kerabat mereka.
“Karin, nanti malam Jyoti mengajak kita nonton atraksi bajak laut yang terkenal di sini, sayang!” Papa membuyarkan lamunanku dan betapa terkejutnya aku ketika melihat bahwa ada Jyoti bersamanya.
“Jyotiii???” seruku penuh tanya.
Dia tersenyum dan menyusulku ke rumah pohon. Kami berpelukan dan aku merasa sangat senang sekali.
“Jyoti, apa kabar? Kamu cantik sekali.”
“Baik, Karin. Karin juga cantik. Oiya, sebelumnya Jyoti minta maaf karena tidak bisa hadir di pemakaman Grandma, Jyoti baru mendengarnya tadi.” Katanya lembut dengan logat Bali yang begitu kental.
“Karin, Papa ke kamar dulu, ya! Jyoti, Om tinggal dulu.” Pamit Papa.
“Iya, Pa.” Kataku.
“Iya, Om. Silahkan.” Kata Jyoti dengan senyumnya yang tenang.
Aku melanjutkan percakapan kami, “Tidak apa-apa, Jyoti. Kepergian Grandma memang mendadak.”
Aku senang sekali bertemu Jyoti lagi. Kami menceritakan pengalaman kami masing-masing dari terakhir kami bertemu hingga sekarang kami dapat berjumpa lagi. Awalnya kami tidak saling kenal, kemudian aku bertemu Jyoti saat tersesat di bandara Bali ketika kami sama-sama berusia 10 tahun. Dia membawaku kembali pada Grandma yang sangat mencemaskanku. Kemudian Jyoti dan Ibunya menawari kami tempat bermalam. Saat itu hampir tiga malam ku habiskan bersama Jyoti, kami bermain dan aku merasa punya saudara. Kami sempat berfoto sebelum aku kembali ke Jakarta.
Sampai di Jakarta aku sakit. Perpisahanku dengan Jyoti saat itu sangat membuatku sedih. Aku merindukan Jyoti. Kemudiaan saat Papa tugas ke Bali, Papa menemui Jyoti dan memberikan hadiahhandphone untuk bisa berkomunikasi denganku. Pernah aku berkirim surat, tapi kata Jyoti surat itu tak pernah sampai hingga sekarang dan itu membuat kami selalu tertawa ketika teringat.
“Karin, lihat ini!” kata Jyoti sambil membuka handphone dan menunjukkan sebuah gambar.
“Ini foto kita!” kataku bersemangat. Kami tertawa ketika melihat wajah kecil kami di foto itu.
“Rambut kita sama-sama panjang, bahkan sampai sekarang ya, Karin?”
“Ahh, iya.. Kamu dari dulu cantik sekali, Jyoti.”
“Karin juga cantik sekali dari dulu. Mungil dan berkulit putih.”
Tanpa sengaja aku melihat album lain di handphone Jyoti. Terlihat seorang perempuan bermain piano. Aku bertanya padanya itu siapa. Betapa terkejutnya aku ketika Jyoti menegaskan bahwa itu dirinya. Ternyata Jyoti bisa bermain piano.
“Boleh aku melihat videonya, Jyoti?”
“Dengan senang hati, Karin.” Kata Jyoti dengan senyumnya yang cantik.
“Aku tahu, aku tahu lagu ini! Nocturne in E Flat Major milik Chopin.” Kataku berseru. “Ini lagu favorit Grandma ketika bermain piano. Karena itu lagu ini juga menjadi lagu favoritku bermain piano.” Lanjutku dengan sedikit bersedih.
“Wah, kebetulan sekali ya, Karin? Tapi mengapa Karin terlihat bersedih?”
“Menurutku tidak ada yang kebetulan, Jyoti. Semua terjadi karena memang harus terjadi yang maknanya kadang sulit dimengerti. Aku hanya kembali teringat Grandma. Aku masih belum bisa melepas Grandma untuk selamanya. Aku rindu bermain piano bersama Grandma.” Aku segera menghentikan kata-kataku karena air mata sudah mulai menetes.
Jyoti memelukku dan tangannya mengusap-usap lenganku. “Kamu harus ikhlas, Karin. Grandma sudah tenang dan mendapat tempat terbaiknya. Jyoti yakin.”
“Lima bulan sebelum Grandma pergi, aku diputuskan Jonas karena dia pikir aku terlalu sempurna dan bisa mendapatkan yang lebih dari dia, tapi ternyata dia berselingkuh dan memilih wanita lain. Aku merasa dunia tak berpihak padaku, aku hancur. Hingga saat Grandma pergi aku merasa bahwa inilah kehancuranku yang sesungguhnya. Aku tak pedulikan Jonas lagi, tapi aku tak sanggup bermain piano semenjak kepergian Grandma.”
“Karin, ayo mampir ke rumah sebentar sebelum kita melihat atraksi bajak laut nanti malam!” Jyoti menarik tanganku dan mengajak ke rumahnya yang tak jauh dari hotel tempatku menginap.
Setelah sampai, Jyoti memintaku mendekat pada piano miliknya. Dia duduk dan kemudian menepuk-nepuk sisi kursi yang tersisa. Aku duduk di sampingnya. Jyoti menekan tuts dan aku tahu itu Nocturne in E Flat Major. Aku hanya terdiam melihat permainannya.Sempurna, kataku dalam hati. Sungguh permainan yang indah. Tak ada satupun nada yang melesat. Namun seketika Jyoti seperti berubah wujud menjadi Grandma. Aku terkejut.
“Grandma?” kataku.
Jyoti menghentikan permainannya. “Kalau Karin tidak main piano lagi, nanti Grandma bisa sedih. Jyoti tahu kalau Karin sayang sekali sama Grandma dan beliau tidak pergi, beliau tetap hidup di hati Karin. Karin cucu kesayangan beliau, Karin harus melanjutkan kecintaan Grandma.”
Aku masih terdiam. Tapi aku tidak meneteskan air mata, justru memikirkan sesuatu.
“Karin tidak bahagia ketika Karin diputus Jonas, tapi itu yang terbaik karena ternyata Karin tahu bahwa Jonas punya wanita lain. Sama seperti Karin bersedih ketika kehilangan Grandma, tapi itu yang terbaik untuk Grandma karena beliau tidak merasakan sakitnya lagi dan mendapat tempat terbaiknya. Kebahagiaan dan kesedihan berjalan beriringan, tergantung dari sisi mana kita mampu menilai. Sekarang Karin menikmati masa yang luar biasa bersama Papa dan Mama, Jyoti yakin Karin akan menjadi orang yang sangat menghargai waktu kebersamaan. Karin harus bahagia dengan apa yang Karin punya sekarang, karena itu lebih dari apapun.”
“Iya Jyoti, kamu benar. Aku bahkan membawa pengaruh kesedihan kepada teman-teman sekantor, Papa, Mama, mungkin juga kamu karena aku belum bisa melepas kepergian Grandma dengan masih bersedih. Kalau Grandma tahu, mungkin aku dimarahi.” Kataku sambil mencoba tertawa dengan air mata yang mulai mengering.
“Karin harus tahu kalau kebahagiaan selalu ada di hati, bukan dikejar atau dicari apalagi di masa lalu. Karin juga tidak perlu kawatir karena masa lalu Karin yang indah bersama Grandma dan Jonas tidak akan hilang, itu akan selalu jadi milik Karin. Karin harus melihat sekarang dan ke depan bila ingin bersama kebahagiaan.” Tambah Jyoti.
“Aku sudah tidak bersedih karena Jonas, Jyoti. Aku turut bahagia ketika dia juga bahagia bersama orang lain. Tapi kepergian Grandma-”
“Ayo Karin kita bermain bersama! Untuk Grandma. Beliau pasti suka melihat permainan Karin.” Ajak Jyoti sambil mengambil tanganku dan meletakkannya di atas tuts piano saat tatapanku terasa kosong.
Kami memainkan bersama lagu favorit Grandma. Dentingan pertamaku untuk Grandma bersama Jyoti setelah enam bulan jari-jariku luluh. Ajaib. Kini jari-jariku tegak kembali, lentur berpindah dari satu nada ke nada yang lain. Rasanya tenang dan damai. Aku terlarut dalam permainanku bersama Jyoti. Rasanya aku telah kembali bersiap bermain piano dan akan terus bermain untuk Grandma.
Sesekali aku dan Jyoti saling menoleh sambil tersenyum. Piano dan lagu ini menyatukan perasaan dan permainan kami untuk Grandma. Nocturne in E Flat Major.
Permainan kami terhenti ketika Jyoti menyadarkanku bahwa atraksi bajak laut di The Bay Bali akan segera dimulai. Jyoti mengantarku ke hotel sekaligus melihat pertunjukan.
“Ini akan jadi pertunjukan yang luar biasa kan, Jyoti?” seruku kagum.
“Iya, tentu, Karin. Ini pertunjukan yang tak pernah Karin lupakan.
”Setting tempatnya begitu menarik. Terdapat sebuah kapal kayu lengkap dengan jaring dan peralatan berlayar. Juga peta dan harta karun yang menjadi cerita utama. Apalagi permainan apinya, sangat menarik. Terlebih aku bisa menikmati ini semua bersama Papa, Mama dan juga Jyoti.
Grandma, aku tahu ini semua memang kurang lengkap tanpa tawa Grandma, tapi aku bahagia. Bukan karena aku melupakan Grandma, tapi aku tahu kalau Grandma selalu hidup di hatiku, Mama dan Papa. Kami sayang Grandma. Dengan merelakan kepergian Grandma dan selalu bersyukur tentu akan membuat Grandma bangga padaku. Aku janji akan selalu bermain piano untuk Grandma.
Esoknya ku bujuk Jyoti untuk menghampiriku dan kami menikmati suasana di Bebek Bengil. Sepanjang setapak dimana kanan kiri terdapat tiang untuk penerangan malam hari, kami bercanda dan sesekali berfoto.
Jyoti, terima kasih. Dulu kamu mempertemukanku dengan Grandma di Bandara. Tapi kini kamu mempertemukanku kembali dengan Grandma lewat piano. Kamu membawa kebahgiaan yang berbeda, Jyoti. Betapa berharganya kebahagiaan bila kita melepas, bukan hanya menggenggamnya. Aku beruntung mengenalmu, dan aku tahu ini tidak kebetulan.
“Wah, bebek dengan hiasan jeruk dan semangkanya menggoda sekali ya, Jyoti?” seruku senang setelah makanan kami datang.
“Iya, Karin. Di sini memang terkenal enak sekali bebeknya.”
Di tengah kami menikmati makanan, tiba-tiba raut muka Jyoti berubah sedih.
“Oiya, Karin, Jyoti sekalian pamit. Mungkin besok Jyoti tidak bisa mengantar Karin karena pekerjaan. Jyoti senang bisa bertemu Karin lagi, dan Jyoti berharap Karin tidak bersedih lagi. Karin harus tetap semangat supaya Karin bisa melihat kebahagiaan dari sisi yang berbeda.” Kata Jyoti sambil memberiku cetakan foto masa kecil kami.
“Iya, Jyoti, nggak apa-apa kok. Aku terima kasih banyak ya kamu sudah membuatku jauh lebih bahagia rasanya, dan aku senang sekali kita bisa ketemu lagi setelah sekian tahun. Walaupun hanya beberapa hari, tapi mengobati kerinduan. Aku harap kita bisa berjumpa lagi ya, Jyoti. Foto ini akan selalu aku simpan.”
“Kalau Karin sudah menemukan yang terbaik untuk Karin, jangan lupa datang ke Bali dan Jyoti tunggu undangannya.” Katanya menggoda.
“Kamu bisa saja, Jyoti. Pasti, aku pasti akan kabarin. Kamu juga ya Jyoti.”
Kami berpelukan. Aku tahu bahwa setiap perjumpaan pasti berakhir dengan perpisahan, hanya bagaimana kita melihat setiap perpisahan itu menjadi sesuatu yang membawa kebahagiaan. Jyoti pamit dan senyum kami saling mengembang. Lalu aku menemui Papa dan Mama yang sedang santai di balkon.
“Papa, Mama, terima kasih untuk liburan kali ini. Karin seneng banget. Karin menyukai tempat ini, terlebih bisa tahu bahwa kita harus menghargai setiap kebersamaan. Karin janji akan buat Papa dan Mama bangga, dan Karin sayang banget sama Papa Mama.” Kataku sambil memeluk mereka. Kemudian kami meminta salah seorang office boy untuk mengambil gambar kami bertiga.
“Karin juga sayang Grandma.” Tambahku sambil menerawang seakan-akan awan mengukir wajah Grandma.
***
Pirates Bay Bali |
Bebek Bengilhttp://www.thebaybali.com/ |
Waktu yang kini menjawab cerita cinta. Semua berlalu dan pergi dari tempatnya bersemayam selama lebih dari empat tahun. Kali ini aku merasakan yang orang katakan bahwa dunia tidak adil. Aku menangis bukan karena aku memerlukannya lebih, bukan karena aku mau dia kembali padaku, tetapi karena akhirnya aku menyadari bahwa kini aku terpaksa harus mempelajari cara melepaskannya pergi.
Jonas mengajakku kencan makan malam romantis. Aku berdandan secantik mungkin. Siapa yang tak ingin kelihatan sempurna di malam yang diimpikan semua gadis yang akan bertemu kekasih pujaannya. Aku ingin dia merasa bangga mempunyai aku sebagai kekasihnya.
Dia membukakan pintu mobil, menggandengku dan memintaku duduk di atas kursi berbentuk bunga mawar dengan lilin-lilin yang menyempurnakan. “Tempat ini indah sekali, Jon. Gerbangnya, kerlap kerlip lampunya, suasananya yang romantis, elegan dan tenang. Juga dekorasinya yang dipenuhi bunga menjadikan tempat ini tampak seperti taman. Aku menyukainya, Jon. Aku amat menyukainya.”
Dia yang duduk di depanku hanya tersenyum. Bukan Jonas yang biasanya. Memang ternyata malam itu, di tempat itu, saat itu juga, Jonas mengatakan bahwa dia tak bisa bersamaku lagi. Ini membuatku melihat semua tetang aku dan Jonas ke belakang, kepada semua peristiwa indah yang sudah kami lalui bersama. Dia merasa aku terlalu baik dan sempurna untuknya, sehingga aku pantas mendapatkan yang lebih dari dirinya.
Aku tidak menyangka karena aku yang berusaha mati-matian belajar banyak hal dari memasak hingga aku fasih berbagai bahasa asing dan bekerja di kantor elit sebagai atasan menjadikan pria takut menjalin hubungan yang lebih serius denganku. Aku masih tak habis pikir. Namun belakangan aku tahu ternyata Jonas memiliki wanita lain hanya karena lebih seksi dan menunjukkan sikapnya yang manja dengan bergelayut pada Jonas.
Hati ini merasa terkhianati bertubi-tubi. Kulakukan apapun untuk orang ku sayangi, untuk membuatnya bangga memilikiku, tapi ternyata justru itulah yang membuatnya pergi dariku.
Satu bulan setelah malam itu keadaanku tak juga membaik. Hanya ada Grandma yang menemaniku. Grandma yang memainkan jari-jarinya tuanya yang lentik di atas tuts piano ketika Papa dan Mama sibuk dengan urusan pekerjaannya.
Semua berantakan. Hatiku, pekerjaanku, hidupku, bahkan masa depanku. Air mata ini tak pernah henti ketika semua peristiwa indahku bersamanya terbayang. Aku merasa sendiri. Aku merasa sangat rapuh. Mungkin rasanya sudah tidak terlihat, namun masih sangat terasa bila kembali diraba. Terlalu penuh dengan hal-hal dinamis yang entah mengapa selalu berlarut. Kalut. Bayangan itu terlalu berharga bila melintas dengan tiba-tiba.
Kemudian untuk kedua kalinya aku merasa dunia ini sangat tidak adil padaku. Ketika hanya Grandma yang ada menemaniku. Namun tiba-tiba Grandma dinyatakan pergi selamanya karena serangan jantung. Entah aku harus setegar apa. Ternyata kehilangan Jonas bukan apa-apa dibanding kehilangan Grandma.
Jangankan memainkan piano, setiap melewatinya saja rasa sedih masih selalu datang. Rasa kehilangan yang teramat sangat. Piano membuatkuflashback jauh ke belakang saat aku kecil. Grandma selalu mendudukkanku di atas pangkuannya sambil bermain piano, sesekali mengendalikan tanganku untuk ikut bermain Nocturne in E Flat Major Op.9 No.2 kesukaanya milik Chopin.
Minatku akan piano muncul dengan sendirinya. Aku menyukai alat musik itu. Teman di saat bahagia maupun sendiri. Apa yang dimainkan pun mengikuti perasaan. Sampai sekarang aku masih sering tertawa kecil ketika ingat bahwa Grandma pernah marah saat aku memainkan dengan sangat belepotandan jauh dari sempurna lagu ini. Sejak saat itu aku terus berlatih supaya Grandma tidak marah lagi, dan sekarang lagu itu menjadi lagu favoritku.
Tapi kini aku kehilangan alunan-alunan indah dari jari-jari Grandma. Tak pernah lagi ku dengar langsung. Jariku pun seperti luluh, tak sanggup memainkan piano lagi walau sudah hampir enam bulan setelah kepergian Grandma.
Aku baru menyadari bahwa aku tak seharusnya terlalu bersedih terlarut-larut ketika Jonas memilih wanita lain. Karena ternyata kehilangan Grandma lebih mendalam. Aku sering mengunjungi makamnya sambil memainkan lagu favoritnya dari playlist handphone. Sendiri, karena seperti biasa Papa dan Mama sibuk dengan pekerjaannya.
Aku harus mulai menata hidup kembali. Terlebih menyiapkan kebiasaan baru tanpa Jonas dan Grandma walaupun sudah enam bulan lebih semua itu terjadi. Memang rasanya aku belum kembali seutuhnya hingga kabar baik menghampiri ketika Papa dan Mama merencanakan liburan bersama ke Bali. Ini sungguh kabar yang menggembirakan. Kami tak pernah pergi berlibur bersama setelah terakhir kali saat aku berumur 15 tahun. Aku menyiapkan segala sesuatu. Aku menunggu saat-saat berkumpul bersama Papa dan Mama.
Akhirnya saat-saat yang ku tunggu tiba. Setelah aku mendarat di Bali, kami diantar ke The Bay Bali untuk beristirahat. Tempatnya sangat elegan, indah dan nyaman. Tak sabar aku ingin mengetahui lebih keindahan di setiap sudut tempat ini.
Kami makan siang di Hong Xing dimana rasa makanannya tidak seperti kebanyakan restoran Asia lainnya. Ada rasa yang dapat mengguncang lidah ketika dikunyah. Liburan ini adalah saat indahku bersama Papa dan Mama, tapi aku masih teringat Grandma. Andai Grandma juga dapat menikmati saat-saat ini, pasti dia bahagia sekali sama sepertiku.
Tempat ini sangat membuatku jauh lebih rileks. Mereka sangat memikirikan betul konsep dari setiap tempat di sini. Apalagi menghabiskan siang dengan duduk di rumah pohon yang mengahadap ke laut dengan deru ombak yang semakin menghangatkan suasana hati.
Dari sini aku juga dapat melihat keluarga lain yang mungkin juga sedang berlibur bersama anak-anak mereka yang masih kecil. Mereka menikmati makan siang dengan laut sebagai pemandangan utama sambil bercanda dengan kerabat mereka.
“Karin, nanti malam Jyoti mengajak kita nonton atraksi bajak laut yang terkenal di sini, sayang!” Papa membuyarkan lamunanku dan betapa terkejutnya aku ketika melihat bahwa ada Jyoti bersamanya.
“Jyotiii???” seruku penuh tanya.
Dia tersenyum dan menyusulku ke rumah pohon. Kami berpelukan dan aku merasa sangat senang sekali.
“Jyoti, apa kabar? Kamu cantik sekali.”
“Baik, Karin. Karin juga cantik. Oiya, sebelumnya Jyoti minta maaf karena tidak bisa hadir di pemakaman Grandma, Jyoti baru mendengarnya tadi.” Katanya lembut dengan logat Bali yang begitu kental.
“Karin, Papa ke kamar dulu, ya! Jyoti, Om tinggal dulu.” Pamit Papa.
“Iya, Pa.” Kataku.
“Iya, Om. Silahkan.” Kata Jyoti dengan senyumnya yang tenang.
Aku melanjutkan percakapan kami, “Tidak apa-apa, Jyoti. Kepergian Grandma memang mendadak.”
Aku senang sekali bertemu Jyoti lagi. Kami menceritakan pengalaman kami masing-masing dari terakhir kami bertemu hingga sekarang kami dapat berjumpa lagi. Awalnya kami tidak saling kenal, kemudian aku bertemu Jyoti saat tersesat di bandara Bali ketika kami sama-sama berusia 10 tahun. Dia membawaku kembali pada Grandma yang sangat mencemaskanku. Kemudian Jyoti dan Ibunya menawari kami tempat bermalam. Saat itu hampir tiga malam ku habiskan bersama Jyoti, kami bermain dan aku merasa punya saudara. Kami sempat berfoto sebelum aku kembali ke Jakarta.
Sampai di Jakarta aku sakit. Perpisahanku dengan Jyoti saat itu sangat membuatku sedih. Aku merindukan Jyoti. Kemudiaan saat Papa tugas ke Bali, Papa menemui Jyoti dan memberikan hadiahhandphone untuk bisa berkomunikasi denganku. Pernah aku berkirim surat, tapi kata Jyoti surat itu tak pernah sampai hingga sekarang dan itu membuat kami selalu tertawa ketika teringat.
“Karin, lihat ini!” kata Jyoti sambil membuka handphone dan menunjukkan sebuah gambar.
“Ini foto kita!” kataku bersemangat. Kami tertawa ketika melihat wajah kecil kami di foto itu.
“Rambut kita sama-sama panjang, bahkan sampai sekarang ya, Karin?”
“Ahh, iya.. Kamu dari dulu cantik sekali, Jyoti.”
“Karin juga cantik sekali dari dulu. Mungil dan berkulit putih.”
Tanpa sengaja aku melihat album lain di handphone Jyoti. Terlihat seorang perempuan bermain piano. Aku bertanya padanya itu siapa. Betapa terkejutnya aku ketika Jyoti menegaskan bahwa itu dirinya. Ternyata Jyoti bisa bermain piano.
“Boleh aku melihat videonya, Jyoti?”
“Dengan senang hati, Karin.” Kata Jyoti dengan senyumnya yang cantik.
“Aku tahu, aku tahu lagu ini! Nocturne in E Flat Major milik Chopin.” Kataku berseru. “Ini lagu favorit Grandma ketika bermain piano. Karena itu lagu ini juga menjadi lagu favoritku bermain piano.” Lanjutku dengan sedikit bersedih.
“Wah, kebetulan sekali ya, Karin? Tapi mengapa Karin terlihat bersedih?”
“Menurutku tidak ada yang kebetulan, Jyoti. Semua terjadi karena memang harus terjadi yang maknanya kadang sulit dimengerti. Aku hanya kembali teringat Grandma. Aku masih belum bisa melepas Grandma untuk selamanya. Aku rindu bermain piano bersama Grandma.” Aku segera menghentikan kata-kataku karena air mata sudah mulai menetes.
Jyoti memelukku dan tangannya mengusap-usap lenganku. “Kamu harus ikhlas, Karin. Grandma sudah tenang dan mendapat tempat terbaiknya. Jyoti yakin.”
“Lima bulan sebelum Grandma pergi, aku diputuskan Jonas karena dia pikir aku terlalu sempurna dan bisa mendapatkan yang lebih dari dia, tapi ternyata dia berselingkuh dan memilih wanita lain. Aku merasa dunia tak berpihak padaku, aku hancur. Hingga saat Grandma pergi aku merasa bahwa inilah kehancuranku yang sesungguhnya. Aku tak pedulikan Jonas lagi, tapi aku tak sanggup bermain piano semenjak kepergian Grandma.”
“Karin, ayo mampir ke rumah sebentar sebelum kita melihat atraksi bajak laut nanti malam!” Jyoti menarik tanganku dan mengajak ke rumahnya yang tak jauh dari hotel tempatku menginap.
Setelah sampai, Jyoti memintaku mendekat pada piano miliknya. Dia duduk dan kemudian menepuk-nepuk sisi kursi yang tersisa. Aku duduk di sampingnya. Jyoti menekan tuts dan aku tahu itu Nocturne in E Flat Major. Aku hanya terdiam melihat permainannya.Sempurna, kataku dalam hati. Sungguh permainan yang indah. Tak ada satupun nada yang melesat. Namun seketika Jyoti seperti berubah wujud menjadi Grandma. Aku terkejut.
“Grandma?” kataku.
Jyoti menghentikan permainannya. “Kalau Karin tidak main piano lagi, nanti Grandma bisa sedih. Jyoti tahu kalau Karin sayang sekali sama Grandma dan beliau tidak pergi, beliau tetap hidup di hati Karin. Karin cucu kesayangan beliau, Karin harus melanjutkan kecintaan Grandma.”
Aku masih terdiam. Tapi aku tidak meneteskan air mata, justru memikirkan sesuatu.
“Karin tidak bahagia ketika Karin diputus Jonas, tapi itu yang terbaik karena ternyata Karin tahu bahwa Jonas punya wanita lain. Sama seperti Karin bersedih ketika kehilangan Grandma, tapi itu yang terbaik untuk Grandma karena beliau tidak merasakan sakitnya lagi dan mendapat tempat terbaiknya. Kebahagiaan dan kesedihan berjalan beriringan, tergantung dari sisi mana kita mampu menilai. Sekarang Karin menikmati masa yang luar biasa bersama Papa dan Mama, Jyoti yakin Karin akan menjadi orang yang sangat menghargai waktu kebersamaan. Karin harus bahagia dengan apa yang Karin punya sekarang, karena itu lebih dari apapun.”
“Iya Jyoti, kamu benar. Aku bahkan membawa pengaruh kesedihan kepada teman-teman sekantor, Papa, Mama, mungkin juga kamu karena aku belum bisa melepas kepergian Grandma dengan masih bersedih. Kalau Grandma tahu, mungkin aku dimarahi.” Kataku sambil mencoba tertawa dengan air mata yang mulai mengering.
“Karin harus tahu kalau kebahagiaan selalu ada di hati, bukan dikejar atau dicari apalagi di masa lalu. Karin juga tidak perlu kawatir karena masa lalu Karin yang indah bersama Grandma dan Jonas tidak akan hilang, itu akan selalu jadi milik Karin. Karin harus melihat sekarang dan ke depan bila ingin bersama kebahagiaan.” Tambah Jyoti.
“Aku sudah tidak bersedih karena Jonas, Jyoti. Aku turut bahagia ketika dia juga bahagia bersama orang lain. Tapi kepergian Grandma-”
“Ayo Karin kita bermain bersama! Untuk Grandma. Beliau pasti suka melihat permainan Karin.” Ajak Jyoti sambil mengambil tanganku dan meletakkannya di atas tuts piano saat tatapanku terasa kosong.
Kami memainkan bersama lagu favorit Grandma. Dentingan pertamaku untuk Grandma bersama Jyoti setelah enam bulan jari-jariku luluh. Ajaib. Kini jari-jariku tegak kembali, lentur berpindah dari satu nada ke nada yang lain. Rasanya tenang dan damai. Aku terlarut dalam permainanku bersama Jyoti. Rasanya aku telah kembali bersiap bermain piano dan akan terus bermain untuk Grandma.
Sesekali aku dan Jyoti saling menoleh sambil tersenyum. Piano dan lagu ini menyatukan perasaan dan permainan kami untuk Grandma. Nocturne in E Flat Major.
Permainan kami terhenti ketika Jyoti menyadarkanku bahwa atraksi bajak laut di The Bay Bali akan segera dimulai. Jyoti mengantarku ke hotel sekaligus melihat pertunjukan.
“Ini akan jadi pertunjukan yang luar biasa kan, Jyoti?” seruku kagum.
“Iya, tentu, Karin. Ini pertunjukan yang tak pernah Karin lupakan.
”Setting tempatnya begitu menarik. Terdapat sebuah kapal kayu lengkap dengan jaring dan peralatan berlayar. Juga peta dan harta karun yang menjadi cerita utama. Apalagi permainan apinya, sangat menarik. Terlebih aku bisa menikmati ini semua bersama Papa, Mama dan juga Jyoti.
Grandma, aku tahu ini semua memang kurang lengkap tanpa tawa Grandma, tapi aku bahagia. Bukan karena aku melupakan Grandma, tapi aku tahu kalau Grandma selalu hidup di hatiku, Mama dan Papa. Kami sayang Grandma. Dengan merelakan kepergian Grandma dan selalu bersyukur tentu akan membuat Grandma bangga padaku. Aku janji akan selalu bermain piano untuk Grandma.
Esoknya ku bujuk Jyoti untuk menghampiriku dan kami menikmati suasana di Bebek Bengil. Sepanjang setapak dimana kanan kiri terdapat tiang untuk penerangan malam hari, kami bercanda dan sesekali berfoto.
Jyoti, terima kasih. Dulu kamu mempertemukanku dengan Grandma di Bandara. Tapi kini kamu mempertemukanku kembali dengan Grandma lewat piano. Kamu membawa kebahgiaan yang berbeda, Jyoti. Betapa berharganya kebahagiaan bila kita melepas, bukan hanya menggenggamnya. Aku beruntung mengenalmu, dan aku tahu ini tidak kebetulan.
“Wah, bebek dengan hiasan jeruk dan semangkanya menggoda sekali ya, Jyoti?” seruku senang setelah makanan kami datang.
“Iya, Karin. Di sini memang terkenal enak sekali bebeknya.”
Di tengah kami menikmati makanan, tiba-tiba raut muka Jyoti berubah sedih.
“Oiya, Karin, Jyoti sekalian pamit. Mungkin besok Jyoti tidak bisa mengantar Karin karena pekerjaan. Jyoti senang bisa bertemu Karin lagi, dan Jyoti berharap Karin tidak bersedih lagi. Karin harus tetap semangat supaya Karin bisa melihat kebahagiaan dari sisi yang berbeda.” Kata Jyoti sambil memberiku cetakan foto masa kecil kami.
“Iya, Jyoti, nggak apa-apa kok. Aku terima kasih banyak ya kamu sudah membuatku jauh lebih bahagia rasanya, dan aku senang sekali kita bisa ketemu lagi setelah sekian tahun. Walaupun hanya beberapa hari, tapi mengobati kerinduan. Aku harap kita bisa berjumpa lagi ya, Jyoti. Foto ini akan selalu aku simpan.”
“Kalau Karin sudah menemukan yang terbaik untuk Karin, jangan lupa datang ke Bali dan Jyoti tunggu undangannya.” Katanya menggoda.
“Kamu bisa saja, Jyoti. Pasti, aku pasti akan kabarin. Kamu juga ya Jyoti.”
Kami berpelukan. Aku tahu bahwa setiap perjumpaan pasti berakhir dengan perpisahan, hanya bagaimana kita melihat setiap perpisahan itu menjadi sesuatu yang membawa kebahagiaan. Jyoti pamit dan senyum kami saling mengembang. Lalu aku menemui Papa dan Mama yang sedang santai di balkon.
“Papa, Mama, terima kasih untuk liburan kali ini. Karin seneng banget. Karin menyukai tempat ini, terlebih bisa tahu bahwa kita harus menghargai setiap kebersamaan. Karin janji akan buat Papa dan Mama bangga, dan Karin sayang banget sama Papa Mama.” Kataku sambil memeluk mereka. Kemudian kami meminta salah seorang office boy untuk mengambil gambar kami bertiga.
“Karin juga sayang Grandma.” Tambahku sambil menerawang seakan-akan awan mengukir wajah Grandma.
***
Cake Shop - Amazon Affiliate sites - Triciptamedia
BalasHapuscerita yang keren sekalii
BalasHapus★ Jual Vimax
BalasHapus★ Jual Vimax Asli
★ Obat Pembesar Penis
★ Vimax Asli
★ Jual Vimax Kapsul
★ Vimax Kapsul
★ Jual Obat Pembesar Penis
★ Vimax Original
★ Jual Vimax Original
★ Jual Vimax Kapsul Asli
★ Jual Vimax Original
★ Vimax Kapsul Asli
★ Jual Vimax
★ Jual Vimax Asli
★ Obat Pembesar Penis
★ Vimax Asli
★ Jual Vimax Kapsul
★ Vimax Kapsul
★ Jual Vimax
★ Vimax Original
★ Jual Vimax Original
★ Jual Vimax Kapsul Asli
★ Jual Vimax Kapsul Original
★ Vimax Kapsul Original