Memanjakan
para pengolah obyek tiga dimensi dalam medium dua dimensi di atas canvas. Bagi kubisme, romantisme dan
penganut aliran lain, Parangtritis, Malioboro, pasar Beringharjo, Kantor Pos,
Senisono, Ngasem juga Vredeburg adalah
surga eksplorasi imajinasi mereka. Sama halnya dengan para fotografer, engraver,
penulis, orang-orang di dunia perfilman, bahkan pembuat lirik lagu. Seni,
bentuk bangunan, pakaian adat, kesamaan
bahasa, ruang politik dan keberagaman agama adalah unsur budaya yang dimiliki
masyarakat kota pelajar untuk mewujudkan Daerah Istimewa Yogyakarta di Pulau
Jawa.
Pertumbuhan
perekonomian Yogyakarta atau Jogja yang meliputi sektor pariwisata, investasi, industri, koperasi dan Unit
Kerja Menengah, perikanan dan kelautan, pertanian, serta kehutanan dan
perkebunan diharapkan seimbang dengan kebudayaan supaya seolah-olah hidup,
tidak hambar dan kelestarian budaya tetap terjaga. Bahkan kebudayaan mempunyai
peranan penting sebagai sarana untuk menggerakkan perekonomian bangsa. Produk
hasil budaya yang berhasil diekspor ke berbagai mancanegara juga banyak yang
berasal dari Jogja seperti motif, kain dan baju batik, kerajinan gerabah dari
daerah Kasongan, dan banyak lagi karya dari seniman Jogja. Selain itu yang
sangat terlihat adalah sektor pariwisata yang mampu mendatangkan wisatawan
domestik maupun mancanegara sebagai motor kegiatan perekonomian Jogja akibat
letak geografis yang menjadikan jarak antara lokasi objek wisata terjangkau dan mudah ditempuh.
Sebagai kota pelajar, Jogja diharapkan juara dalam enkulturasi dan sosialisasi sebagai suatu terobosan untuk
mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi. Pendidikan yang
memiliki tujuan pembentukan karakter manusia sebagai makhluk yang
berbudaya sehingga mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan diharapkan mampu sebagai sarana
mengembangkan perilaku budaya masyarakat Jogja untuk menciptakan kedamaian dan
keharmonisan dalam masyarakat yang multi kultur. Budaya penting dikenalkan
sejak dini baik melalui pendidikan formal maupun non formal karena budaya dapat
mengubah dunia. Eksplorasi dari nilai-nilai kebudayaan mampu menjadikan sesuatu
yang baru dan beranekaragam sekaligus tidak melupakan akarnya. Mengenalkan
gamelan dalam pelajaran seni musik di Sekolah Menengah Pertama dengan digitalisasi dapat menciptakan musik
baru hasil perkawinan budaya dengan kemajuan teknologi.
Tak
ada habisnya menggambarkan eratnya hubungan Jogja dan budaya dalam kemajuannya.
Masyarakatnya disuguhkan berbagai
acara kesenian dan budaya sejak kanak-kanak melalui tradisi-tradisi yang masih
berjalan dan cukup berkerabat dengan wisatawan dari luar Jogja. Namun kesenian khas di Jogja seperti jathilan, kethoprak, dan wayang kulit seolah tertelan tontonan era digitalisasi yang lebih memanjakan. Tentunya
para pengamat seni dan orang-orang yang bergelut dengan seni mengungkapkan
keprihatinannya lewat lagu, puisi, lukisan, tulisan dan karya-karya jalanan
demi menggali dan menumbuhkan kembali kebudayaan yang sedang berperang dengan
teknologi untuk menghasilkan seni yang tidak melupakan akarnya karena teknologi
bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya.
Budaya tidak semua berbasis seni, tetapi
menciptakan budaya juga perlu dalam bidang kesehatan. Pemenuhan
kebutuhan makanan dan gizi merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang
tak dapat dilepaskan dari faktor sosial budaya serta lingkungan. Semboyan
sederhana seperti “budayakan hidup sehat”, “utamakan pasien” dan “melayani
dengan hati” dapat diterapkan di sektor kesejahteraan dan kesehatan untuk
membangun rasa menghargai kebudayaan. Gotong royong kerja bakti mampu
mewujudkan Jogja yang bersih sehingga diharapkan meningkatkan kesehatan
masyarakatnya di samping pentingnya pemenuhan gizi pada makanan. Selain itu hal
tersebut mampu menciptakan efek ganda yang dapat dilihat dari kebersihan kota.
Tentunya hal ini dapat meninggalkan kesan positif bagi wisatawan yang
berkunjung.
Pemegang
kunci kelestarian budaya adalah generasi muda. Tetapi fakta yang terlihat
adalah generasi muda Jogja kehilangan identitas sebagai orang Jogja. Dalam hal
ini, media cukup berpengaruh melalui berita yang disiarkan. Pemahaman dan
tingkat emosi yang masih labil menelan mentah hal yang dilihat dan didengar,
seperti style, bahasa gaul serta
kehidupan glamour ala idola
menciptakan orientasi yang berbeda. Seperti halnya tingkatan bahasa Jawa
seperti kromo inggil, kromo alus, juga ngoko mulai jarang kita dengarkan dipercakapan sehari-hari. Pelestarian
kebudayaan adalah tindakan yang baiknya dilakukan terus menerus. Bukan
hanya berupa himbauan kepada masyarakat, tetapi juga memulai tindakan nyata
dari diri kita sendiri sehingga mengenalkan budaya Jogja pada banyak orang.
blogwalking kak :D
BalasHapusTerima kasih :)
BalasHapusjogja selain kota pelajar juga kota berbudaya
BalasHapusKepedulian Kepada Sesama
BalasHapusSudah Banyak Kita Melihat
Tapi Semua Terasa Sirna
Sudah Banyak Kita Mengerti
Tapi Sedikit Yang Kita Pahami
Kemilau Harta Melimpah Ruah
Justru Hati Kian Gelisah
Hanya Orang Suka Bersedekah
Hidup Jadi Makin Barokah
Harta Hanyalah Titipan
Pada Saatnya Pasti Dikembalikan
Mengapa Tidak Dikeluarkan
Agar Hidup Terselamatkan
<<=0=>>
Bank DKI => Kode : 111
No Rek : 50323030085
a/n : Setiawan Budiarto
semoga jogja selalu menjadi kota yang berbudaya :)
BalasHapus